ZMedia

sebuah renungan

 Sebuah Renungan 

Untuk Pendidikan

Jangan mengira diam itu paham. 

Padahal bisa jadi, diam adalah bentuk dari ketakutan: takut bertanya, takut salah, takut ditertawakan, atau… takut terlihat bodoh.

Padahal, bertanya adalah keberanian paling jujur dalam belajar.

Keberanian untuk mengakui bahwa ada celah dalam pikiran, dan kita bersedia menjelajahinya.

Tapi hari ini, banyak yang datang ke ruang kelas seperti datang ke stasiun:

hanya untuk menunggu waktu lewat bukan untuk berjalan.

Edukasi tidak lahir dari kehadiran tubuh semata,

tapi dari hadirnya kesadaran untuk memahami.

Mungkin saatnya kita mengembalikan kelas sebagai taman berpikir,

bukan ruang tunggu tanpa arah.

Karena suara yang paling penting di kelas… bukan dari guru, tapi dari keberanianmu untuk bertanya.

.


-

-

-

-

-

#pendidikananak #pendidikanindonesia #pendidikankarakter #pelajar #siswa #selfreminder #selfcare #edukasi #personalgrowth #growthmindset #selfdevelopment #ngajifilsafat #storytelling #sadness #inspirator #inspiration

Ulasan cerdas dan menarik. 

Peristiwa bisu saat bertanya dan ribut saat penjelasan sering dihadapi guru. 

Pertanyaannya ialah mengapa demikian? 

Saya coba membedahnya dari beberapa aspek.

Pertama, sistem pendidikan kita yang cenderung hafalan. 

Siswa sering dinilai oleh guru dan orang tua sejauh nilai ulangan dan ujiannya bagus. Hasilnya, siswa menganggap pelajaran bukan sebagai fondasi untuk masa depan, tetapi nilai baik di rapor. Ketika paradigma ini tertanam, sikap kritis mengapa harus menghafal atau memahami satu materi jadi hilang. 

Kedua, metode guru dalam memberikan materi. 

Yang saya amati, tidak semua guru memberikan arahan yang jelas tentang tujuan pelajaran. Masuk kelas, jelaskan materi, lalu pulang. Kemampuan untuk membangun kesadaran murid tentang tujuan memprlajari materi dan metode yang kaku membuat siswa kurang tertarik mengeksplorasi materi dengan bersemangat.

Ketiga, keterlibatan orang tua di rumah.

Masalah pendidikan hari ini tidak hanya guru, kurikulum dan sekolah, tetapi kesadaran orang tua akan pendidikan anaknya. Tidak sedikit orang tua menyerahkan urusan pendidikan hanya pada sekolah, sementara di rumah dibiarkan tanpa diperhatikan belajarnya, pola tidurnya, lingkungan pertemanannya juga waktunya bermedsos. Ketika itu diabaikan oleh orang tua di rumah, maka kehadiran siswa di sekolah murni kehadiran fisik, bukan seluruh kehendak, kesadaran dan kemauan yang tinggi.

So, bagaimana mengubah siswa untuk aktif di kelas?

Pertama, ubah sistemnya.

Kurikulum tidak boleh seumur manteri. Bangun fondasi yang kokoh tentang kurikulum yang cocok dengan konteks bangsa kita.

Kedua, jika kurikulum sudah cocok, beri pelatiahan yang intens kepada guru dan satuan pendidikan.

Ketiga, merancang kurikulum yang melibatkan peran aktif orang tua dalam pendidikan anak-anak di sekolah.

Setidaknya diberikan peraturan yang mengikat tentang tanggung jawab orang tua untuk bekerja sama dengan sekolah agar belajar tidak hanya 8 jam di sekolah, tetapi anak mengaplikasikan ilmunya di rumah dan lingkungan sekitarnya.

Semoga ini menjadi renungan kita semua.