Literasi dasar terdiri dari baca, tulis, numerisasi, sains,
digital, finansial, budaya dan kewargaan adalah bagian dari kecakapan
pembelajaran abad 21. Bersamaan beserta kompetensi serta karakter, ketiga hal
tersebut akan bermuara pada pembelajaran sepanjang hayat. Data yang diperoleh
dari Word’s Most Literate yang dilaksanakan oleh UNESCO pada tahun 2016,
Indonesia menempati urutan ke-60 dari 61 negara partisipan survai dalam
kemampuan literasi (Wandasari:2017). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
PISA pada tahun 2015 menunjukan bahwa indonesia menempati urutan ke-61 dari 72
negera partisipan survei (OECD:2018). Berdasarkan hal tersebut, hal ini
menandakan jika literasi adalah masalah yang penting di dalam dunia pendidikan
Indonesia. Pemerintah Indonesia telah merespons serta mengambil tindakan
tentang hal tersebut. Hal ini didukung dengan dikeluarkan permen nomor 23 tahun
2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti pada lampiran bagian f no IV yang
menyatakan, masing-masing siswa memiliki kemampuan yang beragam. Hendaknya
sekolah dapat memfasilitasi secara maksimal supaya siswa bisa mengenali serta
mengembangkan kemampuannya. Ketiganya wajib : 1. 2 Menggunakan 15 menit sebelum
waktu pembelajaran untuk membaca buku selain buku mata pelajaran (setiap hari).
Untuk merealisasikan permen tersebut, Gerakan Literasi Sekolah (GLS) digunakan
untuk memperkuat gerakan penumbuhan budi pekerti. Gerakan Literasi Sekolah ini
memiliki tujuan agar menanamkan budi pekerti siswa dengan upaya membiasakan
gerakan literasi sekolah. Hal ini juga bertujuan hendaknya siswa menjadi
pembelajar sepanjang hayat. Konsep literasi dibahas dalam enam kategori yaitu
literasi dini, literasi dasar, literasi perpustakaan, literasi media, literasi
teknologi, dan literasi visual. Pemahaman literasi dini sangat penting untuk
dipahami oleh siswa karena hal tersebut akan berlanjut pada literasi dasar.
Dalam pendidikan formal, peran kepala sekolah dan guru memiliki pengaruh yang
besar untuk memfasilitasi pembangunan komponen literasi siswa. Sebagai langkah
awal, maka diperlukanya perubahan paradigma dari semua pemangku kepentingan
untuk terciptanya lingkungan literaasi ini. Gerakan Literasi Sekolah bukan
hanya sekedar membaca buku. Pada pendidikan formal khususnya pada kurikulum
2013, gerakan ini dilakukan menggunakan pendekatan saintifik (5M) yaitu
mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengomunikasikan. Dengan demikian
Gerakan Literasi Sekolah ini tidak hanya identik dengan aktivitas membaca, akan
tetapi juga akan berpengaruh pada keterampilan memproduksi arus sisem bunyi
artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan kegiatan kepada
orang lain (Iskandarwassid,2011). Kegiatan berbicara juga meliputi beberapa
jenis yaitu berdialog, menyampaikan pengumuman, argumentasi, bercerita,
diskusi, serta 3 berpiato (Mulyati, 2008). Dalam hal ini tentunya akan
berpengaruh pada pelaksanaan pembelajaran siswa khususnya pada pendidikan
sekolah dasar. Dibia (2008) menyatakan bahwa pengajaran bahasa Indonesia pada
hakekatnya adalah pengajaran keerampilan berbahasa (belajar berkomunikasi) dan
belajar sastra (belajar menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaanya).
Tujuan belajar bahasa Indonesia di Sekolah Dasar yaitu agar siswa dapat
menikmati serta menggunakan karya sastra guna membangun kepribadian,
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan, serta memperluas wawasan kehidupan.
Untuk mencapai tujuan belajar bahasa Indonesia di sekolah dasar didasari oleh
beberapa faktor, yaitu yang paling memiliki berpengaruh ialah keikutsertaan
siswa secara aktif saat proses pembelajaran. Keikutsertaan siswa secara aktif
dalam proses pembelajaran menciptakan berbagai kompetensi dalam diri siswa.
Semakin banyak presentase keikutsertaan siswa saat proses pembelajaran, maka
situasi pembelajaran akan terasa semakin menarik. Pembelajaran yang menarik
mampu merangsang siswa mengemukakan pendapatnya dalam proses belajar bahasa
Indonesia. Tidak hanya menekankan pada hasil belajar saja belajar bahasa
Indonesia di sekolah dasar juga harus menekankan pada keterampilan berbicara
bahasa Indonesia di sekolah dasar yang merupakan latihan dasar bagi siswa untuk
mengembangkan kemampuan berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dengan baik
dan benar. Belajar bahasa Indonesia di sekolah dasar juga bertujuan untuk
melatih keterampilan mendengar, berbicara, dan menulis yang masing[1]masing erat
hubungannya. Maka dari itu, belajar bahasa Indonesia dituntun untuk 4
meningkatkan kemampuan siswa saat melakukan berkomunikasi dengan bahasa
Indonesia secara lisan maupun tulisan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Mahendra (2017) bahwa pelajaran bahasa Indonesia masih banyak mengalamu kendala
baik secra lisan maupun tulisan, salah satu kendala yang paling terlihat adalah
keterampilan berbicara. Banyak dari siswa yang belum mampu menunjukkan
keterampilan berbicaranya dengan baik. Anggapan bahwa setiap orang dengan
sendiinya dapat berbicara telah menyebabkan pembinaan keterampilan berbicara
sering diabaikan. Selain itu, setiap siswa memiliki keterampilan berbicara yang
berbeda-beda juga bervariasi mulai dari taraf yang baik, sedang, gagap atau
kurang. Ada beberapa siswa yang mudah lupa dengan hal yang ingin dibicarakan
jika dihadapkan dengan sejumlah temannya sehingga susah untuk mengeluarkan
pembicaraan. Bahkan beberapa siswa lain merasa gugup jika diminta untuk
berbicara karena merasa takut salah dalam berbicara. Berdasarkan kenyataan
ketika dilakukan wawancara dengan guru kelas III serta pengamatan yang
dilakukan di sekolah dasar negeri 1 Pejeng Kangin pada tanggal 22 Oktober 2019,
diperoleh hasil yaitu, 1) Pembelajaran di dominasi oleh siswa yang pintar
dikelas, 2) Siawa memiliki keterampilan berbicara yang beragam mulai dari yang
baik, sedang, gagap, atau kurang, 3) Siswa tidak mau mengkomunikasikan hasil
diskusinya secara lisan, 4) siswa kurang aktif dalam mengemukakakn pendapatnya
secara lisan. Dari hasil wawancara dan pengamatan pula diperoleh bahwa, hal
tersebut terjadi karena kurangnya keterlibatan siswa secara aktif dalam
melaksanakan proses pembelajaran yang berimplikasi pada kemampuan berbicara
siswa meggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. 5 Berdasarkan
permasalahan yang ditemukan dari hasil penelitian yang sudah dilakukan serta
wawancara serta pengamatan yang telah dilakukan, maka diperlukan suatu
pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif untuk belajar dan meningkatkan
keterampilan berbicara menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Maka
salah satu alternatif yang dapat dilaksanakan dengan penerapan model
pembelajaran yang dapat digunakan yaitu model pembelajaran Role Playing. Alasan
pemilihan model role playing memiliki beberapa kelebihan diantaranya: memberikan
kebebasan kepada siswa dalam mengambil keputusan dan ekspresi secara utuh,
menggunakan model role playing akan menyokong kesan yang bermakna kepada siswa
sehingga tahan lama dalam ingatan siswa, dapat membangkitkan gairah dan
semangat diri siswa untuk mengikuti proses pembelajaran. dengan siterapkan
model ini, maka akan membuat siswa lebih aktif dalam pembelajaran yang nantinya
akan berpengaruh pada keterampilan berbicaranya. Model pembelajaran role
playing tidak hanya mengaktifkan pikiran atau intelektual siswa saja, tetapi
juga terdapat aktivitas tubuh secara keseluruhan. Model pembelajaran role
playing ini mampu memberi kesempatan belajar dalam memperoleh informasi sesuai
dengan gaya belajar masing-masing siswa. Subagiyo (2013:3) menyatakan bahwa “role
playing secara harafiah bisa diartikan sebagai berpura-pura menjadi orang lain.
Permainan ini mensyaratkan para pemainnya memainkan peran khayalan, bekerjasama
menyusun cerita dan memainkan cerita tersebut”. Adapun unsur-unsur pokok model
pembelajaran role playing yaitu menentukan suasana bermain peran, menyiapkan
aktivitas bermain peran, memiliki peserta atau pemain peran, menyiapkan
penonton, mementaskan 6 peran (melaksanakan aktivitas bermain peran, membahas
dan mengevaluasi aktivitas bermain peran. Pembelajaran menggunakan model ini
akan sangat menarik bagi siswa karena siswa dapat bebas mengeksperikan
pendapatnya dengan menirukan orang lain yang diperankanya. Pembelajaran
menggunakan model ini akan memberikan pengalaman yang menyenangkan bagi siswa, sehingga
pembelajaran akan menjadi lebih bermakna yang mengakibatkan siswa akan mudah
mengingat materi pembelajaran yang disampaikan. Terlebih lagi jika model
pembelajaran ini dipadukan dengan media audio visual maka pembelajaran akan
terkesan semakin menarik. Media audio visual digunakan sebagai perantara untuk
menarik perhatian siswa agar tidak cepat bosan dalam menerima pelajaran.
Penelitian yang terkait dengan pembelajaran menggunakan model pembelajaran role
playing adalah penelitian yang dilakukan oleh Widyari (2018) pada penelitian
tersebut dijelaskan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kompetensi
keterampilan berbicara bahasa Indonesia antara kelompok siswa yang dibelajarkan
dengan model pembelajaran role playing dengan kelompok siswa yang dibelajarkan
dengan menggunakan pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SD. Hal
tersebut berarti model pembelajaran role playing berpengaruh terhadap
keterampilan berbicara siswa